Kemarin, Kini dan Nanti

Mereka bilang, "ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya." Tapi kalau bagiku, Ibu lah cinta pertamaku. Boleh-boleh saja, kan?

Sebagai seorang anak yang paling banyak menghabiskan waktu bersama dengan Ibunya, bisa dibilang aku sedikit banyak mewarisi tindak-tanduknya. Karena sejak aku lahir, ayah lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja, hingga akhirnya memasuki masa pensiun, saat aku duduk di kelas dua SMA. 

Aku akui-- dan seperti yang mereka katakan tentangku, aku merupakan anak yang cukup manja. Dibanding tidak bertemu dengan ayah satu minggu, akan lebih sulit bagiku jika harus berjauhan dengan Ibu barang satu menit.

Di usianya yang tidak lagi muda, Ibu yang melahirkanku di usia 37 tahun harus kembali bersusah payah membesarkan seorang anak lagi, setelah keempat anak lainnya (para abang dan kakakku) menginjak usia remaja dan bahkan menuju dewasa. Seorang anak yang selalu beliau bilang cengeng dan manja.

Belakangan, atau malah setiap hari sejak hari kepergiannya, aku begitu dan semakin merindukan Ibuku. 02 Mei 2021, hari di mana Ibu berpulang, kembali pada pencipta-Nya, setelah kurang lebih sekitar dua minggu melewati masa sulit di ruang isolasi rumah sakit.

Sejak hari kepulangannya pada Yang Maha Kuasa, tidak henti-hentinya aku berdoa agar ia (juga tentunya almarhum ayahku) diberi tempat yang lapang lagi terang, bersama dengan orang-orang shalih lainnya di sisi Rabb-ku. Sejak hari itu pula, aku berusaha untuk setiap harinya membenahi ibadahku, karena Allah menjanjikan bahwa doa yang dipanjatkan oleh seorang anak yang shalih akan dikabulkan.

Karena aku tahu, sejak saat itu, tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain mendoakan orang tuaku. 

Sungguh Allah membenci hamba-Nya yang berandai-andai. Akan tetapi jika boleh, aku ingin diberi kesempatan sekali lagi membersamainya di kala ada. Aku ingin lebih banyak lagi mengabulkan keinginannya, aku ingin lebih sering menemani ke mana ia melangkah dan aku ingin lebih banyak memenuhi panggilannya, bahkan di waktu tersibukku yang kuhabiskan untuk pekerjaanku.

Banyak memori yang jika semakin kuputar, maka semakin besar pula inginku untuk bertemu dengannya. Allah Maha Baik. Seringkali saat rindu yang kurasa semakin membuncah, Dia menghiburku dengan menghadirkan Ibu dalam tidurku. Meski kadang sulit sekali mengingat-ingat kembali apa yang kulakukan bersamanya di dalam mimpi, namun cukup mengobati.

Aku juga bersyukur, beberapa bulan sebelum Allah menjemputnya, aku banyak menghabiskan waktu bersama Ibu. Ngobrol ngalor ngidul sepulang kerja, nonton tausiyah hingga stand-up comedy, sampai tahu-tahu suara dengkuran Ibu menguar di ruang kamar. Terlebih, hampir setiap hari Ibu mengajakku tidur bersama, dengan tanganku yang menggenggam tangannya, hingga terlelap. Meski entah mengapa, saat itu, aku betul-betul ingin rasanya setiap detik yang berlalu Allah buat terasa lebih panjang. Karena seringnya datang pikiran bahwa, "aku harus mengingat rasanya menggenggam tangan ini, mengingat kebersaamaan ini, karena mungkin nanti tak akan bisa lagi."

Terima kasih ya, Ma. Atas segala kesabaran mama merawatku, membersamaiku, mengajarkanku banyak hal-- yang kemudian beberapa baru bisa aku petik hikmahnya di saat mama sudah tidak ada. Maaf, aku belum menjadi anak yang menyejukkan hati mama, malah terkadang tanpa sengaja menggoreskan luka-- yang selalu mama anggap bukan apa-apa. Semoga Allah mengizinkan kita untuk bersama kembali, nanti, di Surga-Nya.


sumber foto: freepik.com

Almh Siti Rumiyati binti Sjaiful Ramli, &
Alm Anwar Sanusi bin Saih
Al-Fatihah..🥀🥀🥀

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Hati